Soal Keringanan Kredit karena Corona, Sebaiknya Nasabah Tanya Langsung ke Lembaga Pembiayaan
Viral ucapan Pak Jokowi soal relaksasi kredit atau keringanan kredit menjadi warna tersendiri di tengah nestapa badai corona. Di tanah air, sejak kemarin, berseliweran cuplikan arahan kepala negara itu.
Tak sedikit yang meng-update di status media sosial. Sebagian lain lantas mengirimkan dalam bentuk link atau langsung berbagi video ke grup WA atau japri ke para kontak di handphone masing-masing.
Saya yang kebetulan bekerja di bidang berkaitan dengan kredit dan angsuran, malah baru tahu setelah membaca link tulisan tersebut di dalam grup kantor. Wah, ternyata ada kabar baik di tengah-tengah kabar buruk akibat badai corona.Lantaran selama epidemi virus Covid-19, masyarakat sektor menengah ke bawah harus berbagi anggaran dengan biaya APD alias Alat Pelindung Diri.
Harga masker biasa isi 30 masker di Nusa Tenggara Barat dijual rata-rata 100 ribu. Itu paling murah dengan asumsi harga 1 masker dua ribu lima ratus. Bila tanggungan dalam satu keluarga terdiri dari bapak, ibu, dan satu anak, maka total anggaran hanya untuk masker saja bisa 300 ribu.
Belum ditambah produk pembersih tangan atau bila dibuat sendiri dengan campuran dan komposisi tertentu, estimasi biaya kurang lebih 200 ribu. Totalnya sudah 500 ribu keluar dari anggaran bulanan, diambil dari pos pengeluaran yang lain.
Belum ditambah produk pembersih tangan atau bila dibuat sendiri dengan campuran dan komposisi tertentu, estimasi biaya kurang lebih 200 ribu. Totalnya sudah 500 ribu keluar dari anggaran bulanan, diambil dari pos pengeluaran yang lain.
Dengan anjuran #dirumah saja, bekerja di rumah saja ujung-ujungnya bisa berutang dari rumah saja. Maksudnya, lantaran kebutuhan dana membengkak karena pemasukan berkurang, tawaran pinjam dana dari rumah saja bisa menjadi pilihan. Cukup pesan, petugas datang, tanda tangan, uang di transfer.
Masalahnya adalah andai mengajukan pembiayaan sekarang, dengan tagline dirumah saja, bila badai corona masih belum mereda juga hingga beberapa bulan ke depan, dapat dipastikan tak semua calon nasabah yang mengajukan pembiayaan sekarang bisa membayar lancar di bulan depan.
Itu belum terhitung untuk angsuran dan cicilan-cicilan lain, yang sudah berjalan, baik sebelum virus Covid-19 ada atau mulai ada di awal Januari 2020.
Contoh hitung-hitungan sederhana di atas boleh jadi adalah realita di kalangan sektor menengah ke bawah. Baik skalanya formal atau informal, pelaku usaha pada kuadran ini adalah market terbesar konsumen di perbankan ataupun di finance atau leasing.
Mengapa? Karena secara keuangan, rata-rata penghasilan dan profit usaha tak mencukupi untuk pembelian unit-unit kendaraan maupun produk kebutuhan tersier.
Seandainya pun ada, satu dua atau sekian persen dari populasi di kuadran ini, dananya lebih banyak terpakai untuk biaya operasional perputaran usaha.
Makanya sekarang OJK, mulai tahun 2012 ke atas, memisahkan pembiayaan ke dalam pembiayaan investasi dan pembiayaan multiguna. Menyesuaikan dengan peruntukan barang atau unit yang dikredit.
Soal Relaksasi Kredit, Yuk Para Konsumen Tanya Langsung ke Lembaga Pembiayaan
Kepala negara sudah mengumumkan. Masyarakat sudah mendengar secara langsung. Spontan ada rasa senang terbesit. Namun pasti akan muncul keraguan, antara bahagia dan bingung. Iya baik sih, tapi seperti apa ya keringanannya?
Selama setahun sederhananya adalah waktu keringanan harus melebihi dari waktu prediksi lamanya masa sulit karena corona. Walau prediksi amukan corona akan berakhir di bulan Mei atau Juni, namun dampak ikutannya boleh jadi akan terus ada selama satu atau beberapa bulan setelah masa epidemi berakhir.
Tengok negeri Tiongkok yang mulai mereda, namun sektor-sektor pariwisata dan transportasi publik masih sepi lantaran ada masa jeda dan dampak ikutan setelah itu. Selain itu, dalam perhitungan keringanan kredit, misal secara restrukturisasi, acuan yang dipakai adalah per enam bulan atau pertahun.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan para nasabah, terutama yang masih punya tanggung jawab angsuran berkenaan dengan kebijakan itu antara lain:
1. Bertanya Langsung ke Lembaga Pembiayaan di Mana Masih Punya Tanggung Jawab
Sejalan dengan kebijakan dirumah saja, bisa bertanya ke nomor hotline pembiayaan tersebut. Atau bisa menghubungi nomor layanan kantor cabang atau melalui pesan SMS/WA ke nomor yang sudah ditentukan.
Zaman online sekarang, hampir semua industri pembiayaan kredit memiliki nomor layanan nasabah. Dapat pula bertanya ke petugas yang dulunya menangani pengajuan kredit. Tak masalah bisa datang langsung ke kantornya, bila jarak antara rumah Anda dengan kantor hanya dalam hitungan menit dan tak ramai.
2. Tanyakan Poin-Poin dalam Keringanan Kredit
Bila memang relaksasi kredit, sesuai arahan kepala negara, poin-poin manakah yang diberikan keringanan. Apakah hanya membayar bunga saja, ataukah hanya membayar pokok saja, ataukah tak membayar keduanya.
Bila tak membayar keduanya atau hanya membayar salah satunya, bagaimana dengan konsekuensi pembayaran di masa mendatang. Bila durasinya selama satu tahun, adakah penambahan bunga, atau adakah penambahan pokok, karena tak dibayarkan di masa sekarang.
Hal-hal tersebut harus ditanyakan di awal, agar adanya kesamaan persepsi antara nasabah dan lembaga pembiayaan. Ketidaksamaan persepsi berpotensi menimbulkan kesalahpahaman di waktu mendatang.
3. Dalam Arahan Menyebutkan Profesi atau Sektor Usaha Tertentu
Bila nasabah tidak dalam keadaan bekerja atau memiliki usaha dalam bidang yang disebutkan itu, apakah termasuk dalam relaksasi kredit atau tidak. Ini harus clear, agar jangan masyarakat berpikir, siapapun dan kerja dimanapun, bisa mendapatkan program keringanan itu. So tanyakan itu.
4. Bila Program keringanan adalah restrukturisasi, tanyakanlah soal restrukturisasi dan konsekuensinya apa bagi nasabah
Restrukturisasi sederhananya adalah memperpanjang atau menambah panjang masa kredit sehingga angsuran yang tadinya besar dan dirasakan sulit untuk membayar sejumlah itu di masa krisis, menjadi lebih kecil dan secara keuangan mampu dicicil oleh nasabah.
Viral ucapan Pak Jokowi soal relaksasi kredit atau keringanan kredit menjadi warna tersendiri di tengah nestapa badai corona. Di tanah air, sejak kemarin, berseliweran cuplikan arahan kepala negara itu.
Tak sedikit yang meng-update di status media sosial. Sebagian lain lantas mengirimkan dalam bentuk link atau langsung berbagi video ke grup WA atau japri ke para kontak di handphone masing-masing.
Saya yang kebetulan bekerja di bidang berkaitan dengan kredit dan angsuran, malah baru tahu setelah membaca link tulisan tersebut di dalam grup kantor. Wah, ternyata ada kabar baik di tengah-tengah kabar buruk akibat badai corona.Lantaran selama epidemi virus Covid-19, masyarakat sektor menengah ke bawah harus berbagi anggaran dengan biaya APD alias Alat Pelindung Diri.
Harga masker biasa isi 30 masker di Nusa Tenggara Barat dijual rata-rata 100 ribu. Itu paling murah dengan asumsi harga 1 masker dua ribu lima ratus. Bila tanggungan dalam satu keluarga terdiri dari bapak, ibu, dan satu anak, maka total anggaran hanya untuk masker saja bisa 300 ribu.
Belum ditambah produk pembersih tangan atau bila dibuat sendiri dengan campuran dan komposisi tertentu, estimasi biaya kurang lebih 200 ribu. Totalnya sudah 500 ribu keluar dari anggaran bulanan, diambil dari pos pengeluaran yang lain.
Belum ditambah produk pembersih tangan atau bila dibuat sendiri dengan campuran dan komposisi tertentu, estimasi biaya kurang lebih 200 ribu. Totalnya sudah 500 ribu keluar dari anggaran bulanan, diambil dari pos pengeluaran yang lain.
Dengan anjuran #dirumah saja, bekerja di rumah saja ujung-ujungnya bisa berutang dari rumah saja. Maksudnya, lantaran kebutuhan dana membengkak karena pemasukan berkurang, tawaran pinjam dana dari rumah saja bisa menjadi pilihan. Cukup pesan, petugas datang, tanda tangan, uang di transfer.
Masalahnya adalah andai mengajukan pembiayaan sekarang, dengan tagline dirumah saja, bila badai corona masih belum mereda juga hingga beberapa bulan ke depan, dapat dipastikan tak semua calon nasabah yang mengajukan pembiayaan sekarang bisa membayar lancar di bulan depan.
Itu belum terhitung untuk angsuran dan cicilan-cicilan lain, yang sudah berjalan, baik sebelum virus Covid-19 ada atau mulai ada di awal Januari 2020.
Contoh hitung-hitungan sederhana di atas boleh jadi adalah realita di kalangan sektor menengah ke bawah. Baik skalanya formal atau informal, pelaku usaha pada kuadran ini adalah market terbesar konsumen di perbankan ataupun di finance atau leasing.
Mengapa? Karena secara keuangan, rata-rata penghasilan dan profit usaha tak mencukupi untuk pembelian unit-unit kendaraan maupun produk kebutuhan tersier.
Seandainya pun ada, satu dua atau sekian persen dari populasi di kuadran ini, dananya lebih banyak terpakai untuk biaya operasional perputaran usaha.
Makanya sekarang OJK, mulai tahun 2012 ke atas, memisahkan pembiayaan ke dalam pembiayaan investasi dan pembiayaan multiguna. Menyesuaikan dengan peruntukan barang atau unit yang dikredit.
Soal Relaksasi Kredit, Yuk Para Konsumen Tanya Langsung ke Lembaga Pembiayaan
Kepala negara sudah mengumumkan. Masyarakat sudah mendengar secara langsung. Spontan ada rasa senang terbesit. Namun pasti akan muncul keraguan, antara bahagia dan bingung. Iya baik sih, tapi seperti apa ya keringanannya?
Selama setahun sederhananya adalah waktu keringanan harus melebihi dari waktu prediksi lamanya masa sulit karena corona. Walau prediksi amukan corona akan berakhir di bulan Mei atau Juni, namun dampak ikutannya boleh jadi akan terus ada selama satu atau beberapa bulan setelah masa epidemi berakhir.
Tengok negeri Tiongkok yang mulai mereda, namun sektor-sektor pariwisata dan transportasi publik masih sepi lantaran ada masa jeda dan dampak ikutan setelah itu. Selain itu, dalam perhitungan keringanan kredit, misal secara restrukturisasi, acuan yang dipakai adalah per enam bulan atau pertahun.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan para nasabah, terutama yang masih punya tanggung jawab angsuran berkenaan dengan kebijakan itu antara lain:
1. Bertanya Langsung ke Lembaga Pembiayaan di Mana Masih Punya Tanggung Jawab
Sejalan dengan kebijakan dirumah saja, bisa bertanya ke nomor hotline pembiayaan tersebut. Atau bisa menghubungi nomor layanan kantor cabang atau melalui pesan SMS/WA ke nomor yang sudah ditentukan.
Zaman online sekarang, hampir semua industri pembiayaan kredit memiliki nomor layanan nasabah. Dapat pula bertanya ke petugas yang dulunya menangani pengajuan kredit. Tak masalah bisa datang langsung ke kantornya, bila jarak antara rumah Anda dengan kantor hanya dalam hitungan menit dan tak ramai.
2. Tanyakan Poin-Poin dalam Keringanan Kredit
Bila memang relaksasi kredit, sesuai arahan kepala negara, poin-poin manakah yang diberikan keringanan. Apakah hanya membayar bunga saja, ataukah hanya membayar pokok saja, ataukah tak membayar keduanya.
Bila tak membayar keduanya atau hanya membayar salah satunya, bagaimana dengan konsekuensi pembayaran di masa mendatang. Bila durasinya selama satu tahun, adakah penambahan bunga, atau adakah penambahan pokok, karena tak dibayarkan di masa sekarang.
Hal-hal tersebut harus ditanyakan di awal, agar adanya kesamaan persepsi antara nasabah dan lembaga pembiayaan. Ketidaksamaan persepsi berpotensi menimbulkan kesalahpahaman di waktu mendatang.
3. Dalam Arahan Menyebutkan Profesi atau Sektor Usaha Tertentu
Bila nasabah tidak dalam keadaan bekerja atau memiliki usaha dalam bidang yang disebutkan itu, apakah termasuk dalam relaksasi kredit atau tidak. Ini harus clear, agar jangan masyarakat berpikir, siapapun dan kerja dimanapun, bisa mendapatkan program keringanan itu. So tanyakan itu.
4. Bila Program keringanan adalah restrukturisasi, tanyakanlah soal restrukturisasi dan konsekuensinya apa bagi nasabah
Restrukturisasi sederhananya adalah memperpanjang atau menambah panjang masa kredit sehingga angsuran yang tadinya besar dan dirasakan sulit untuk membayar sejumlah itu di masa krisis, menjadi lebih kecil dan secara keuangan mampu dicicil oleh nasabah.